Rabu, 25 April 2012

PROFESIONALITAS GURU (PROBLEMATIKA DAN SOLUSI)


A.     PENDAHULUAN
Sejak disahkankannya Undang-undang No.14 tentang Guru dan Dosen tahun 2005, pamor profesi guru mulai naik. Profesi ini mulai diminati lagi oleh banyak orang. Apalagi dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan di tahun 2007. Telah banyak guru yang mengikuti sertifikasi agar dapat memperoleh sertifikat guru guna dijuluki guru profesional.
Lain dulu lain sekarang. Profesi guru sekarang ini mulai banyak diminati. Pamornya naik bagaikan selebritis yang mulai naik daun. Banyak media membicarakannya dan banyak media memuji perannya. Tetapi juga tidak sedikit media yang mencaci-makinya karena kekurang profesionalan guru itu sendiri dalam melaksanakan pekerjaannya.
Berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan telah banyak dilakukan oleh pemerintah, dengan mengambil sentral pada peningkatan mutu guru dan mutu pendidikan guru. Hal di atas dilakukan mengingat guru adalah sentral perubahan. Di samping itu upaya–upaya lain juga telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak termasuk pemerintah, seperti peningkatan sarana/ prasarana sekolah, perbaikan kurikulum dan lain – lain.
Namun hingga saat ini berbagai upaya tersebut belum menampakkan hasil yang menggembirakan. Sebagai indikator yang sering dijadikan ukuran adalah rendahnya hasil UN di semua jenjang sekolah dan rendahnya SDM bangsa Indonesia dibandingkan dengan SDM negara lain.
Mengingat berbagai keterbatasan yang ada, pada makalah ini difokuskan pada berbagai permasalahan seputar peningkatan profesionalisme guru dan upaya pemecahannya serta tantangan seorang guru di masa sekarang ini.

B.     PEMBAHASAN
1.   Permasalahan Terkait Kondisi Guru Saat Ini
Berdasarkan pengamatan di lapangan, sebagaimana dikatakan Zamroni (2000), sedikitnya terdapat empat permasalahan terkait dengan kondisi guru di Indonesia saat ini. Keempat permasalahan tersebut adalah:
a     Penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para guru tentang pelaksanaan pembelajaran yang belum merata.
b.      Belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru
c.      Pembinaan yang dilakukan selama ini belum mencerminkan kebutuhan guru
d.      Kesejahteraan guru yang belum memadai
e.      Teknik rekruitmen guru yang masih belum memperhatikan jurusan.

2.      Berbagai Upaya Pemerintah Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru dan  Dampak serta Permasalahannya
Sebenarnya telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan mengajar dan kesejahteraan bagi guru. Beberapa upaya tersebut antara lain:
a. Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengajar, pemerintah telah berupaya melalui:
1) Diadakannya berbagai penataran/ diklat guru,
2)  Dilakukannya kualifikasi guru dari berbagai jenjang ke S1.
b.   Untuk meningkatkan kesejahteraan guru antara lain:
1.      Dengan meningkatkan gaji dan memberikan tunjangan fungsional bahkan beberapa daerah memberikan tunjangan insentif bagi para guru,
2.      Diberlakukannya sistem penilaian angka kredit guru untuk kenaikan pangkat, sehingga para guru selama dua tahun dapat naik pangkat/ golongan,
3.      Diberlakukannya uji kompetensi dan sertifikasi guru,
4.      Dengan memberikan tunjangan profesional guru bagi yang telah lulus sertifikasi, melalui portofolio maupun melalui diklat PLPG bagi yang tidak lulus portofolio,
5.      Ditetapkannya Undang - Undang Guru dan Dosen.
c.   Untuk sekedar menghibur dan meninabobokkan guru, “PARA GURU DIBERI GELAR PAHLAWAN TANDA JASA”
Namun demikian berbagai upaya tersebut belum berdampak siknifikan pada peningkatan mutu pendidikan. Hal itu antara lain dikarenakan:
a. Berbagai upaya di atas tidak/ kurang mendengarkan aspirasi/ suara guru, sehingga seakan melecehkan kepribadian guru, di samping itu juga terdapat berbagai kekurangan dan penyimpangan dalam pelaksanaannya, antara lain dapat disebutkan beberapa contoh sebagai berikut:
1.      Berbagai penataran/ diklat guru selama ini kurang dievaluasi/ dipantau pelaksanaan dan dampaknya sampai ke tingkat bawah, bahkan seakan – akan hanya sebagai lahan proyek dari berbagai pihak dan tingkatan
2.      Kualifikasi guru, kurangnya materi pendalaman kurikulum matpel dan berbagai ilmu keguruan dan penilaian serta penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang praktis dan mutakhir (bahkan kadang materi di bangku kuliah dan di sekolah/ praktek di lapangan tidak sambung, karena tidak pernah dibahas bagaimana keterkaitan materi kuliah dengan materi matpel di sekolah)
3.      Penilaian angka kredit jabatan guru dan Uji sertifikasi guru dalam jabatan, yang hanya  menilai bukti fisik (porto folio) terdapat banyak manipulasi bukti fisik, sehingga bukan rahasia lagi bahwa guru malas/ rajin, mengajar 24 atau 8 jam/ minggu, sama naik pangkat/ lulus sertifikasi juga (kecuali sesudah gol IV/a).
4.      Peningkatan gaji dan tunjangan fungsional, masih belum sebanding dengan tupoksi guru (yang semestinya), apa lagi bila dibanding dengan gaji/ tunjangan guru di negara lain.
5.      Undang - Undang Guru dan Dosen, juga baru ditetapkan sedang realisasinya masih kita tunggu dengan harap – harap cemas.
3.      Problematika guru dan solusinya.
Profesi guru dan problematika yang dihadapinya nampaknya harus saya uraikan dalam tulisan ini. Bukan hendak menjelekkan profesi guru, tapi juga berupaya mengungkapkan problem sekaligus solusi yang dihadapinya karena guru juga manusia yang punya kekurangan dan kelebihan.
Problem pertama guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah kurangnya minat guru untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul kepermukaan. Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga karya tulis mereka dalam bidang penelitian tidak terlihat sama sekali. Padahal setiap tahun, depdiknas selalu rutin melaksanakan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran (LKGDP) tingkat nasional yang diselenggarakan oleh direktorat Profesi Guru.[1]
Biasanya para guru akan sibuk meneliti bila mereka mau naik pangkat saja. Karenanya guru harus diberikan bekal agar dapat melakukan sendiri Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Problem kedua guru adalah masalah kesejahteraan. Guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi antara guru berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (baca Non PNS). Banyak guru yang tak bertambah pengetahuannya karena tak sanggup membeli buku. Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya hidupnya saja mereka sudah kembang kempis.[2]
Kenyataan di masyarakat banyak pula guru yang tak sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi, karena kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap bulan. Dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan, semoga kesejahteraan guru ini dapat terwujud.
Biar bagaimanapun juga profesi guru adalah pilar terpenting untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu sudah sepantasnya apabila profesi ini lebih diperhatikan, terlebih kesejahteraannya. Tetapi, jangan karena kesejahteraan kurang kemudian kreativitas guru menjadi mati.
Banyak contoh lain dari kehidupan guru yang meskipun kesejahteraannya kurang, tapi komitmen terhadap pendidikan tetap tinggi. Sebaliknya berapa banyak guru yang gajinya sudah tinggi tapi tetap ogah-ogahan mengajar. Semua ini berpulang kembali pada mentalitas kita.
Problem ketiga dari guru adalah kurang kreatifnya guru dalam membuat alat peraga atau media pembelajaran. Selama ini masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah saja dalam pembelajarannya, tak ada media lain yang digunakan sebagai alat Bantu pembelajaran. Mereka tak pernah berpikir untuk membuat sendiri media pembelajarannya. Kalau saja para guru kreatif, pasti akan banyak ditemukan berbagai alat peraga dan media yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan materi pembelajarannya. Guru yang kreatif tak akan pernah menyerah dengan keadaan. Kondisi minimnya dana justru membuat guru itu kreatif memanfaatkan sumber belajar lainnya yang tidak hanya berada di dalam kelas, seperti : Pasar, Museum, Lapangan olahraga, Sungai, kebun, dan lain sebagainya.
Profesionalitas guru dalam menciptakan proses dan luaran pendidikan persekolahan yang bermutu merupakan prasyarat mutlak demi terwujudnya sumber daya manusia Indonesia yang kompetitif dan mandiri di masa datang. Oleh karena itu diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan kontinyu bagi peningkatan dan pengembangan kemampuan profesional guru.
Untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan kerjasama dari kita semua untuk dapat saling membantu agar guru mampu meneliti, mendapatkan income tambahan dari keprofesionalannya, dan menyulut guru untuk kreatif dalam mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila itu semua dapat terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun akan meningkat.
4.      Tantangan guru
Di tengah tuntutan, tantangan serta berbagai persoalan kegagagalan dunia pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh. Sosok guru merupakan orang paling dimintai pertanggung jawabannya. Bahkan tidak ada alasan apa pun, yang dapat diberikan oleh seorang guru untuk membela dirinya.
Maka, ketika ujian nasional digulirkan dengan standar kelulusan yang cukup fantastis, sosok guru pulalah, yang mula-mula merasa ketar-ketir. Ia mesti bertanggung jawab atas segala apa yang akan terjadi pada peserta didik: frustasi, stress, depresi dan segala keputusasaan mental generasi bangsa ini.
Maka perbaikan dan evaluasi pada kemampuan seorang guru, seolah menjadi hal yang logis untuk dilakukan pertama kali dalam memecahkan persoalan dunai pendidikan.[3]
Dengan prinsip pembelajaran inovatif, seorang guru akan mampu memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan diri dan terjun di tengah masyarakatnya.
Hal ini dapat dipahami dengan memerhatikan beberapa prinsip pembelajaran inovatif, yaitu: (a) pembelajaran, bukan pengajaran; (b) guru sebagai fasilitator, bukan instruktur; (c) siswa sebagai subjek, bukan objek; (d) multimedia, bukan monomedia; (e) sentuhan manusiawi, bukan hewani; (f) pembelajaran induktif, bukan deduktif; (g) materi bermakna bagi siswa, bukan sekadar dihafal; (h) keterlibatan siswa partisipasif, bukan pasif.
Selain memberikan beberapa prinsip dasar, pembelajaran inovatif juga menekankan adanya pola dan strategi pendidikan yang utuh. Pola dan strategi pendidikan yang menitik bertakan pada tercipanya kesadaran peserta didik pada dirinya sendiri dan lingkungannya.
Selanjutnya, ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan. Seorang guru sudah seyogyanya untuk yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam pembelajarannya; seorang guru seyogyanya untuk yakin bahwa perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat perubahan tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan hasil yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka menerima saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang disampaikannya sama seperti yang kemarin.
Lebih jauh, keberanian seorang guru dalam berinovasi, serta merta akan membentuk karakternya menjadi kreatif. Kekreatifan seorang guru, akan berdampak tidak hanya pada pola komunikasi pembelajaran, tetapi juga akan membentuk suasana serta atmosfir pembelajaran yang menyenangkan (enjoy learning). Pembelajaran yang mampu mentransformasikan ilmu sekaligus mampu membetuk karaketr siswa yang manusiawi.
Di bagian akhir buku, juga diuraikan beberapa metode yang dapat digunakan oleh seorang kreatif dalam membangun suasana kelas yang familiar dan manusiawi. Suasana kelas yang tak lagi hadir sebagai ruang penjara yang dijejali teori, konsep dan tugas dari guru. Tetapi raung kelas yang mampu menggali potensi siswa dan menjernihkan nalar pikir anak didik dalam memahami dan mengaplikasikan kemampuannya untuk dirinya sendiri dan lingkungannya.
Kreatifitas guru tentunya terletak pada kekayaannya memiliki metode dan aneka model pembelajaran, serta kecermatannya untuk memilih dan memilah metode dan aneka pembelajaran yang akan digunakan di setiap waktu yang berbeda.
5.      Pengembangan Aplikatif
Misi dan visi, aksi, dan dedikasi, akan menjamin terlaksananya pelayanan profesi guru secara terarah, konsisten dan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Sehubungan dengan itu, pemerintah melalui Depdiknas harus berupaya membangun sistem pengembangan profesi guru yang aplikatif, operasional dan berfungsi. Yakni sistem pengembangan profesi yang terintegrasi, menyeluruh, dan mendukung penyelenggaraan pendidikan profesi, penjaminan mutu, manajemen, remunerasi dan berbagai pendukung pengembangan profesi guru.[4]
 Dengan adanya sistem pengembangan profesi guru yang berfungsi efektif dan dilaksanakan secara konsisten diharapkan dapat mendukung terwujudnya guru yang cerdas, berbudaya, bermartabat, sejahtera, canggih, elok, unggul dan professional. Yakni para guru yang mengedepankan nilai-nilai budaya mutu, keterbukaan, demokrasi, dan akuntabilitas publik dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sehari-hari dalam kerangka pencapaian visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.
Harapan ke depan akan dapat diwujudkan guru yang kompeten, terstandar, profesional, dan sejahtera dalam kerangka penjaminan mutu pendidikan nasional. Profesi guru yang terstandar kualifikasi dan kompetensinya, serta mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional. Program Diklat guru yang terstandar, kredibel dan akuntabel dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya. Ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan, termasuk guru yang kompeten, terstandar, profesional dan sejahtera merupakan harapan semua lapisan masyarakat, khususnya masyarakat pendidikan.
Untuk memacu para penyelenggara dan satuan pendidikan untuk meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan. Komponen pendidikan yang harus terstandar, meliputi standar isi, standar proses, kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.
Dengan menggunakan standar nasional pendidikan sebagai acuan setiap satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan pendidikannya secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Sejalan dengan itu pemerintah membentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang bertanggung jawab kepada Mendiknas.
BSNP merupakan lembaga mandiri, profesional, dan independen yang mengemban misi untuk mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi pelaksanaan standar nasional pendidikan, akan dapat diwujudkan pendidikan bermutu dan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga yang profesional.

C.      KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari makalah diatas dapat kami simpulkan bahwa problematika yang dihadapi oleh guru pada saat sekarang adalah pertama kurangnya minat seorang guru untuk meneliti, kedua kurangnya kesejahteraan seorang guru, dan yang ketiga adalah kurang kreatifnya seorang guru dalam membuat media ataupun metode dalam pembelajaran.
Dan untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan kerjasama dari kita semua terutama pemerintah untuk dapat membantu agar guru mampu meneliti, dan mendapatkan income tambahan dari keprofesionalannya, sehingga akan menyulut guru untuk kreatif dalam mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila itu semua dapat terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun akan meningkat.

D.     DAFTAR PUSTAKA
1.      Purwanto. 2009. Profesi Guru dan problematika yang dihadapinya. http://purwanto.web.id
2.      Saleh, Kemas Muhammad. 2007. Tantangan Guru Profesional,
3.      Wahedi, Salamet. 2009. Menjawab Tantangan Guru. http://resensibuku.com
4.      Zamroni.2000. Problmatika Pendidikan di Indonesia. Jakarta:


[1] Purwanto, Profesi Guru dan problematika yang dihadapinya, http://purwanto.web.id
[2] Ibid

[3] Salamet Wahedi , Menjawab Tantangan Guru, http://resensibuku.com
[4] Kemas Muhammad Saleh, Tantangan Guru Profesional, http://gurukemas.wordpress.com